Saya bedakan mahasiswa dalam tiga tipologi, yaitu: Mahasiswa Aktifis, Hedonis, dan Akademisi. Berangkat dari aneka latar belakang sosial, kemandirian ekonomi, pendidikan dan kekayaan intelektual, dan ragam budaya yang berbeda-beda, secara alamiah akan membentuk watak dan kepribadian para mahasiswa baru. Namun, setelah menjajakan kaki diranah kampus yang dikenal dengan tradisi pendidikan yang kuat, idiologi yang mengakar, serta kritis, setidaknya sedikit menghentak kesiapan mahasiswa baru dilingkungan anyar mereka ini. Kebiasaan mereka di rumah, akan terkikis perlahan-lahan sebab mereka telah menemukan ruang baru dengan berbagai dinamika ke aku-an.
Ibarat peta, ragam dinamika kampus akan menuntun dan menawarkan pilihan bagi mahasiswa, mencari apa dan hendak kemana adalah mutlak bagi mereka. Dari tiga tipologi mahasiswa itu, mahasiswa akan bermetamorfosa sesuai dengan yang diinginkan, tumbuh berkembang menjadi aku-nya. Tak ayal, pilihan menjadi aktifis, hedonis, dan akademisi adalah warna tersendiri. Lalu, bagaimana gambaran dari tiga tipologi mahasiswa tersebut:
Mahasiswa Aktifis:
“Tidak aktif tidak asyik,” naluri mahasiswa adalah kritis terhadap lingkungan sosial, politik, budaya, dan ekonomi disekitar mereka, peka terhadap gejala-gejala yang timbul di lingkungan masyarakat dan negara. Tak dimungkiri, mahasiswa dengan tipologi ini rela bermandikan keringat hanya untuk berdemonstrasi menolak kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat, melayangkan berbagai tulisan dan kritik lainnya, melakukan bakti sosial di masyarakat dan bejubel kegiatan lainnya. Sekilas, ini tipe ideal. Tapi mahasiswa aktifis, harus pintar membagi waktu dan mengatur jadwal kegiatannya supaya tak bergeser dari pesan Mama “Nak kuliah yang benar, cepat selesai dan baktilah pada masyarakat” alias aktif bisa, belajar harus.
Dari corak pemikiran mahasiswa aktifis, memang cenderung berapi-api, orasi berkoar-koar dan sangat bergairah. Apalagi jika lingkungan kampus juga sarat politik, maka mahasiswa aktifis berada dijalurnya, mereka tak hanya belajar teori tapi juga merangsek lebih dalam diruang praktik, ruang publik. Tapi, tak ada yang sempurna, realita yang saya saksiskan di lingkungan kampus sendiri, banyak mahasiswa aktifis yang senang berlama-lama kuliah, mengejar impian politik dan jabatan lainnya yang dianggap prestisius.
Fenomena lainnya, mahasiswa aktifis juga tak bersih dimata mahasiswa dan lingkungan sosialnya. terkadang, idiologi mereka juga sudah ditumpangi kepentingan elite politik dan kepentingan pribadi. Tak jarang, setelah mendapat posisi di kampus, tak ada aplikasi riil kegiatan yang mengakomodir kepentingan mahasiswa di kampus. Entahlah, dibalik lantangnya orasi dan semangat mengkritisi, ternyata masih banyak kesan negatif lainnya yang melekat pada sosok mahasiswa aktifis ini.
Mahasiswa Hedonis:
Salah satu tipe paling unik adalah tipe mahasiswa hedonis. Jangan salah kaprah, mahasiswa hedonis tak semuanya borju, yang pas-pasan kekuatan ekonominya pun ada yang buruk dalam golongan ini. “Orang Kaya sombong, wajar. Lah kalau orang miskin?” begitulah kira-kira banyak orang mengomentari mahasiswa tipologi ini. Selain itu, istilah lain dalam tren tipe hedonis adalah kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), kunang-kunang (kuliah nagkring-kuliah nangkring), juga tak sedikit dari mereka yang menjadi shopaholic, hampir setiap tempat sudah di jambangi, untuk beli ini beli itu. Mulai dari Indo PN, Hawaii, pasar malam dan lain-lain
Memang tipe hedonis terlanjur dianggap jauh dari tradisi kampus, tapi inilah realitanya. Kebanyakan mahasiswa hedonis, kuliah hanya sekedar singgahan, tak peduli berapa banyak matakuliah yang mereka tinggalkan demi nongkrong bersama teman. Namun sekilas pengamatan saya, rata-rata mahasiswa hedonis berkeperibadian terbuka dan ekstrofet. Mereka cukup kreatif dalam hal tertentu, hobi otomotif, stylish, dan melek teknologi. Tak heran, selain dapat sokongan dana dari orang tua, mereka juga pandai mendulang uang.
Yaa, selalu ada kelebihan dibalik kekurangan. Secara prestasi akademik, tipe satu ini jauh dibawah mahasiswa aktifis dan akademisi tapi tingkat kreatifitas mereka boleh diadu, mungkin bisa satu level diatas kedua tipe lainnya.
Mahasiswa Akademisi:
Tak perlu membayangkan tipe mahasiswa satu ini. Tenang saja, tak semua kutubukuberkacamata dan culun. Di zaman serba maju ini, mahasiswa akademisi juga pandai memoles citra, mulai dari cara berbicara yang elegan, ilmiah dan cerdik, mereka juga cukup rapi. yaa seperti ungkapan “anda takkan bisa membuat kesan pertama untuk kedua kalinya,” jadi, kaum akademisi cenderung hati-hati dalam menciptakan tradisi, kesan terpelajar sudah tentu menjadi backgound mereka.
Mahasiswa akademisi lebih sering ke perpustakaan dari pada ke pasar swalayan, sering menggonta-ganti buku daripada ganti handphone, dll. Soal akademik, itu wilayah mereka, membaca buku dan mengelaborasi berbagai ilmu untuk suatu penemuan sudah menjadi ruh. Bergabung dalam kelompok diskusi ilmiah adalah wadah kegiatan mereka dimana pelbagai persoalan akademik akan tumpah-ruah disitu, diulas dengan tepat, dikritik secara tajam, dibincangkan, sampai diperdebatkan pun menjadi fenomena yang lazim.
Selalu ada target dari mata kuliah yang dipelajari pada setiap semester, idealnya mereka ingin mendapat nilai baik. Hitam di atas putih adalah keniscayaan, artinya; gemilang di forum harus dibuktikan dengan nilai ijazah yang baik. Intinya, khazanah kampus kental terasa dilingkungan mahasiswa akademisi.
Dari semua tipologi mahasiswa diatas, tak ada yang 100% sempurna, selalu ada celah untuk menjadi kalah. Mahasiswa aktifis lama dikampus, mahasiswa hedonis disorientasi pendidikan, mahasiswa akademisi cenderung ekslusif. Tapi kiranya, menjadi bagian dari tiga tipologi ini harus dinikmati, ditingkatkan nilai positifnya dari setiap tipe dan posisi. Hendak menjadi apa dikampus adalah hak perogratif anda. Satu pesan saya. Jadilah pemain bola atau jadilah apa kata hatimu.
0 Komentar