Bila membahas rokok tiada habisnya untuk di ulas, apa lagi bersama masyarakat awam. Rasanya membahas tentang rokok adalah perilaku yang kolot jika argumentasi mereka tidak berlandaskan agama, hanya pengetahuan tentang sosial kehidupan yang mereka rasakan. Memang benar, setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah tentunya menimbulkan efek samping. Seperti kelangsungan perusahaan rokok akan terancam, pengangguran semakin banyak, dan nasib para petani tembakau yang tidak jelas kedepannya. Namun diluar itu ada lagi masalah besar yang harus kita ketengahkan, yakni urusan agama. Rokok bukan lagi harus dipandang sebagai sesuatu yang perlu di perhitungkan, sesungguhnya ia membawa mudarat, dalam konteks islam sesuatu yang haram harus (wajib) di tinggalkan. Tak peduli bagi mereka yang menentang, toh agama yang sudah berbicara melalui ulama atas rekomendasi pakar. Masih juga memikirkan kesejahteraan? Masyarakat pengangguran? Sebaiknya itu di nomor duakan, karena bisa dilakukan kebijakan baru dengan mengkaitkan beberapa opsi, tetapi tidak rasanya untuk urusan agama yang satu ini.
Dari diskusi bersama teman-teman mahasiswa Karimun, saya pun tergerak untuk mengangkatnya ke dalam blog ini. Tujuannya bukan untuk mendiskriminasi namun lebih ke pada berdakwah, dan saya merasa dalam menyampaikan kebaikan itu perlu, apa lagi menyangkut keberlangsungan umat -generasi penerus bangsa.
Rokok berasal dari pohon Tobaco yang ditemukan pada tahun 1518 M di Meksiko, para pakar yang menemukannya membawa benih pohon ini ke Eropa dan dari sana ia tersebar ke seluruh dunia. Mereka menamainya tobacco sesuai dengan nama tempat di mana ia ditemukan dan inilah yang kemudian kita Indonesiakan dengan kata tembakau (rokok).
Rokok adalah sesuatu yang relatif baru, karena itu tidak ditemukan pandangan jelas dan tegas dari pada ulama masa lampau. Namun demikian, melalui pemahaman tentang “Tujuan Agama” kita dapat mengetahui hukum merokok dan persoalan-persoalan baru lainnya. Menurut pakar Tafsir Al-qur’an terkemuka di Indonesia, M. Quraish Shihab. Yang tertera pada judul buku “Dia Dimana-mana” dengan membahas tentang “Pohon Terlarang (rokok)”. Beliau menjelaskan, tujuan tuntunan agama adalah memelihara lima hal pokok yaitu Ajaran Agama, Jiwa, Akal, Harta dan Keturunan. Setiap aktivitas yang menunjang salah satunya, maka pada prinsipnya dibenarkan dan ditoleransi oleh islam, dan sebaiknyapun demikian.
Di tambahnya lagi. Pembenaran itu bisa mengambil hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Pandangan Islam tentang merokok dalam kategori apa ia ditempatkan dari kelima tingkatan hukum di atas, ditentukan oleh sifat rokok serta dampak-dampaknya bagi kelima tujuan pokok agama. Sebagian ulama terdahulu cenderung menilai rokok sebagai sesuatu yang mubah. Ini disebabkan karena mereka tidak atau belum mengetahui dampak negatif merokok.
Ulama-ulama kontemporer banyak merujuk kepada para pakar untuk mengetahui unsur-unsur rokok, serta dampaknya terhadap manusia. Atas dasar informasi itu, mereka menetapkan hukumnya. Al-marhum Syekh Mahmud Syaltut, Pemimpin Tertinggi Al-Azhar di tahun enam puluhan, menilai pendapat yang menyatakan merokok adalah makruh, bahkan haram, lebih dekat kepada kebenaran dan lebih kuat argumentasinya.
Ada tiga alasan pokok yang dijadikan pegangan untuk ketetapan hukum ini.
Pertama, sabda Nabi saw. Yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dan Ummu Salamah bahwa : “Rasul saw. Melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemaskan (menurunkan semangat)” (HR. Ahmad dan Abu Daud melalui Ummu Salamah ra.)
Seperti diketahui, seorang perokok akan kecanduan dengan rokok, yang terlihat dengan jelasa saat ia tidak memilikinya.
Kedua, merokok dinilai oleh banyak ulama sebagai salah satu bentuk pemborosan. Hal ini bukan hanya oleh orang perorang yang membeli sebatang dua batang, tetapi justru pabrik-pabrik rokok, yang mengeluarkan biaya tidak kecil untuk mempropagandakan sesuatu yang tidak bermanfaat kalau enggan berkata membahayakan. Agama melarang segala bentuk pemborosan, jangankan dalam hal buruk, atau tidak bermanfaat, dalam hal yang baik pun dilarangnya. “Tiada pemborosan dalam kebaikan dan tiada kebaikan dalam pemborosan” Demikian sabda Nabi Muhammad saw.
Ketiga, dampaknya terhadap kesehatan. Mayoritas dokter bahkan negara telah mengakui dampak buruk ini, sehingga seandainya tidak ada teks keagamaan (ayat atau hadist Rasul saw.) yang pasti menyangkut larangan merokok, maka dari segi “Tujuan Agama” sudah cukup sebagai argumentasi larangannya.
Ulasan : Perubahan Tubuh Seseorang Setelah Berhenti Merokok
Wahai teman-teman sekalian! Jangan berkata bahwa merokok adalah persoalan pribadi.
Tidak! Perokok pasif secara sengaja atau tidak, asap rokok orang lain dapat menanggung bahaya yang tidak kurang besarnya, bahkan lebih besar dari si perokok itu sendiri. Karena itu, hindarilah merokok, sebab jika tidak, memikul dosa dua kali. Pertama mengganggu orang lain, dan sebelumnya Anda menganiaya diri Anda sendiri. Di sisi lain, yang tidak merokok hindari perokok, karen itu berarti Anda menghindari bahaya, sekaligus meneguir secara tidak langsung si perokok, dan menyampaikan secara halus kepadanya bahwa Anda enggan bergaul dekat dengannya.
0 Komentar